welcome to blog http://marvelsip.blogspot.com/
welcome to blog

Minggu, 19 Mei 2013

Candi Ngetos

Candi Ngetos adalah Candi Hindu yang berada di Ngetos, Nganjuk, Jawa Timur. Candi ini didirikan pada abad ke-15 pada zaman kerajaan Majapahit.

Letak Geografis dan Wujud Fisik

Candi Ngetos terletak di Desa Ngetos, Kecamatan Ngetos, sekitar 17 kilometer arah selatan kota Nganjuk. Bangunannya terletak ditepi jalan beraspal antara Kuncir dan Ngetos. Menurut para ahli, berdasarkan bentuknya candi ini dibuat pada abad XV (kelimabelas) yaitu pada zaman kerajaan (Majapahit). Dan menurut perkiraan, candi tersebut dibuat sebagai tempat pemakaman raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Bangunan ini secara fisik sudah rusak, bahkan beberapa bagiannya sudah hilang, sehingga sukar sekali ditemukan bentuk aslinya.
Berdasarkan arca yang ditemukan di candi ini, yaitu berupa arca Siwa dan arca Wisnu, dapat dikatakan bahwa Candi Ngetos bersifat Siwa–Wisnu. Kalau dikaitkan dengan agama yang dianut raja Hayam Wuruk, amatlah sesuai yaitu agama Siwa-Wisnu. Menurut seorang ahli (Hoepermas), bahwa didekat berdirinya candi ini pernah berdiri candi berukuran lebih kecil (sekitar 8 meter persegi), namun bentuk keduanya sama. N.J. Krom memperkirakan bahwa bangunan candi tersebut semula dikelilingi oleh tembok yang berbentuk cincin.
Bangunan utama candi tersebut dari batu merah, sehingga akibatnya lebih cepat rusak. Atapnya diperkirakan terbuat dari kayu (sudah tidak ada bekasnya). Yang masih bisa dilihat tinggal bagian induk candi dengan ukuran sebagai berikut :
  • Panjang candi (9,1 m)
  • Tinggi Badan (5,43 m)
  • Tinggi keseluruhan (10 m)
  • Saubasemen (3,25 m)
  • Besar Tangga Luar (3,75 m)
  • Lebar Pintu Masuk (0,65 m)
  • Tinggi Undakan menuju Ruang Candi (2,47 m)
  • Ruang Dalam (2,4 m).

Relief

Relief pada Candi Ngetos terdapat empat buah, namun sekarang hanya tinggal satu, yang tiga telah hancur. Pigura-pigura pada saubasemennya (alasnya) juga sudah tidak ada. Di bagian atas dan bawah pigura dibatasi oleh loteng-loteng, terbagi dalam jendela-jendela kecil berhiaskan belah ketupat, tepinya tidak rata, atau menyerupai bentuk banji. Hal ini berbeda dengan bangunan bawahnya yang tidak ada piguranya, sedankan tepi bawahnya dihiasi dengan motif kelompok buah dan ornamen daun.
Di sebelah kanan dan kiri candi terdapat dua relung kecil yang di atasnya terdapat ornamen yang mengingatkan pada belalai makara. Namun jika diperhatikan lebih seksama, ternyata suatu bentuk spiralhorisontal, melingkari tubuh candi bagian atas. besar yang diperindah. Dindingnya terlihat kosong, tidak terdapat relief yang penting, hanya di atasnya terdapat motif daun yang melengkung ke bawah dan
Yang menarik, adalah motif kalanya yang amat besar, yaitu berukuran tinggi 2 x 1,8 meter. Kala tersebut masih utuh terletak disebelah selatan. Wajahnya menakutkan, dan ini menggambarkan bahwa kala tersebut mempunyi kewibawaan yang besar dan agaknya dipakai sebagai penolak bahaya. Motif kala semacam ini didapati hampir pada seluruh percandian di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Motif ini sebenarnya berasal dari India, kemudian masuk Indonesia pada Zaman Hindu. Umumnya, di Indonesia motif semacam ini terdapat pada pintu-pintu muka suatu percandian.

 Arca Candi

Di Candi Ngetos sekarang ini tidak didapati lagi satu arcapun. Namun menurut penuturan beberapa penduduk yang dapat dipercaa, bahwa di dalam candi ini terdapat dua buah arca, paidon (tempat ludah) dan baki yang semuanya terbuat dari kuningan. Krom pernah mengatakan, bahwa di candi diketemukan sebuah arca Wisnu, yang kemudian disimpan di Kediri. Sedangkan yang lain tidak diketahui tempatnya. Meskipun demikian bisa dipastikan bahwa candi Ngetos bersifat Siwa-Wisnu, walaupun mungkin peranan arca Wisnu disini hanya sebagai arca pendamping. Sedangkan arca Siwa sebagai arca yang utama. Hal ini sama dengan arca Hari-Hara yang terdapat di Simping, Sumberjati yang berciri Wisnu.

Cerita Rakyat

Candi Ngetos, yang sekarang tinggal bangunan induknya yang sudah rusak itu, dibangun atas prakarsa raja Hayam Wuruk. Tujuan pembuatan candi ini sebagai tempat penyimpanan abu jenasahnya jika kelak wafat. Hayam Wuruk ingin dimakamkan di situ karena daerah Ngetos masih termasuk wilayah Majapahit yang menghadap Gunung Wilis, yang seakan-akan disamakan dengan Gunung Mahameru. Pembuatannya diserahkan pada pamannya Raja Ngatas Angin, yaitu Raden Condromowo, yang kemudian bergelar Raden Ngabei Selopurwotoo. Raja ini mempunyai seorang patih bernama Raden Bagus Condrogeni, yang pusat kepatihannya terletak disebelah barat Ngatas Angin, kira-kira berjarak 15 km.
Diceritakan, bahwa Raden Ngabei Selopurwoto mempunyai keponakan yang bernama Hayam Wuruk yang menjadi raja di Majapahit. Hayam Wuruk semasa hidup sering mengunjungi pamannya dan juga Candi Lor. Wasiatnya kemudian, nanti ketika Hayam Wuruk wafat, jenasahnya dibakar dan abunya disimpan di Candi Ngetos. Namun bukan pada candi yang sekarang ini, melainkan pada candi yang sekarang sudah tidak ada lagi.
Konon ceritanya pula, di Ngetos dulu terdapat dua buah candi yang bentuknya sama (kembar), sehingga mereka namakan Candi Tajum. Hanya bedanya, yang satu lebih besar dibanding lainnya. Krom juga berpendapat, bahwa disekitar candi Ngetos ini terdapat sebuah Paramasoeklapoera, tempat pemakaman Raja Hayam Wuruk. Mengenai kata Tajum dapat disamakan dengan Tajung, sebab huruf “ng” dapat berubah menjadi huruf “m” dengan tanpa berubah artinya. Misalnya Singha menjadi Simha dan akhirnya Sima. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekmono yang menyatakan bahwa setelah Hayam Wuruk meninggal dunia, maka makamnya diletakkan di Tajung, daerah Berbek, Kediri.
Selanjutnya diceritakan, bahwa Raja Ngatas Angin R. Ngabei Selupurwoto mempunyai saudara di Kerajaan Bantar Angin Lodoyo (Blitar) bernama Prabu Klono Djatikusumo, yang kelas digantikan oleh Klono Joyoko. Raja-raja ini ditugaskan oleh Hayam Wuruk untuk membuat kompleks percandian. Raden Ngabai Selopurwoto di kompleks Ngatas Angin menugaskan Empu Sakti Supo (Empu Supo) untuk membuat kompleks percandian di Ngetos. Karena kesaktiannya maka dalam waktu yang tidak terlalu lama tugas tersebut dapat diselesaikan sesuai petunjuk.

Sabtu, 11 Mei 2013

Klenteng HOK YOE KIONG

Klenteng Hok Yoe Kiong merupakan klenteng untuk umat Tri Darma dan terletak pada kilometer 5 sebelum masuk kota Nganjuk, tepatnya Sukomoro, sebuah jalur penghubung antara Surabaya ke madiun ataupun sebaliknya. Di klenteng ini, selain sebagai tempat ibadah umat Tri Darma sehari-hari, juga selalu digunakan sebagai tempat berlangsungnya beberapa event penting yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan umat Tri Darma seperti Cap Go Meh atau perayaan hari raya Cina.
Nganjuk

Goa margo tresno


NganjukGoa Margo Tresno
Goa yang alam sekitarnya memiliki panorama pegunungan yang cukup indah dan sejuk ini terletak di desa sugihwaras, kec. ngluyu, kab. nganjuk.
Sejauh 650 meter sebelum masuk pintu goa terdapat kolam yang airnya begitu jernih. Luas goa ini kurang lebih 15 x 50 meter dan berhubungan dengan goa Lemah Jeblong. Di sekitar goa ini juga terdapat pula goa yang lain seperti, goa Gondhel, goa Bale, goa Pawon, goa Omah, goa Landak.

Dr. Soetomo

Dr. Soetomo (lahir di Ngepeh, Loceret, Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888 – meninggal di Surabaya, Jawa Timur, 30 Mei 1938 pada umur 49 tahun) adalah tokoh pendiri Budi Utomo, organisasi pergerakan yang pertama di Indonesia.
Pada tahun 1903, Soetomo menempuh pendidikan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Batavia. Bersama kawan-kawan dari STOVIA inilah Soetomo mendirikan perkumpulan yang bernama Budi Utomo, pada tahun 1908. Setelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra. Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Pada tahun 1919 sampai 1923, Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.
Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada tahun 1930 mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935 mendirikan Parindra (Partai Indonesia Raya).

Nasi Becek

Nasi becek adalah hidangan khas yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia. Di tempat asalnya hidangan ini dikenal dengan nama sego becek. Nasi Becek, hidangan khas dari Nganjuk, Jawa Timur
Sego becek adalah hidangan yang mirip dengan kari/kare kambing. Isi dari sego becek nyaris serupa dengan soto babat, namun diberi potongan sate kambing yang telah dilucuti dari tusuk satenya. Daging yang dipilih adalah daging kambing. Tidak lupa diberi potongan bawang merah yang menambah kenikmatan rasa hidangan ini.
Secara keseluruhan, rasanya mungkin cenderung mirip dengan mayoritas makanan sejenis yang berkembang di daerah Solo, Jawa Tengah. Cenderung manis dan tidak asin, berbeda dengan umumnya hidangan utama ala Jawa Timuran yang cenderung asin.
Saat tulisan ini dibuat, seporsi hidangan ini dijual seharga Rp 10.000. Cukup murah untuk ukuran makanan khas disana. Para penjual sego becek biasanya dapat dengan mudah di jumpai didaerah sekitar jalan Dr. Soetomo di kota Nganjuk.